2009-03-25

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA DI SEKOLAH (Problematika Pembinaan Moral Keagamaan Siswa dan Solusinya)

Oleh: H. Hamdan HM*)

ABSTRAK

Pendidikan agama di sekolah merupakan the central agent dalam membentuk perilaku atau moral siswa, namun kenyataannya tugas tersebut sangat berat dirasakan oleh guru-guru agama hal ini disebabkan beberapa factor yang antara lain jam pelajaran agama di sekolah sangat-sangat terbatas, lingkungan yang tidak mendukung, disiplin keluarga dan kontroll social yang sangat longgar dan lain-lain. Kita berharap pendidikan agama dapat menjalankan fungsinya sebagai the central agent dalam membentuk akhlakul karimah, hal ini dapat dilakukan apabila efektifitas dan efesiensi pelaksanaan pendidikan agama di sekolah dapat dilaksanakan, political will dari pimpinan sekolah dalam menciptakan lingkungan yang Islami, peranserta keluarga dan kontroll masyarakat dalam amar ma’ruf dan nahil mungkar.

Kata-kata kunci: Pendidikan agama, problematika, moral remaja, akhlak, perilaku siswa.

A. Pendahuluan

Berbicara tentang pendidikan, maka tidak lepas membahas komponen-komponen pendidikan seperti; guru, peserta didik, lembaga pendidikan, fasilitas, dana dan lain-lain. Banyak sekali factor yang turut andil dalam mensukseskan penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana diketahui bahwa sekolah merupakan lemabaga yang sangat strategis dalam rangka mencerdaskan bangsa dan mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang pada gilirannya dapat memajukan bangsa dan Negara, sebagaimana tujuan pendidikan yang terdapat dalam Undang-Undang Pendidikan No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab III pasal 2 yang berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.”
---------------
*) Tenaga Edukatif pada Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin, S.2 Manajemen Pendidikan IKIP Malang. Kepala MDC Kal-Sel Kanwil. Depag,

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya baik dalam bentuk regulasi atau perundang-undangan, peraturan pemerintah, peraturan menteri, berbagai pentaran dan pelatihan, penyediaan dan pemenuhan berbagai fasilitas pendidikan, sampai kepada anggaran pendidikan yang mencapai 20 % dari anggaran APBN yang dilaksanakan secara bertahap. Namun untuk mewujudkan tujuan tersebut tidak semudah membalik telapak tangan, banyak sekali faktor yang harus dibenahi dan menjadi perhatian semua pihak.
Tegak, lenggang dan majunya sebuah negara tergantung dari sumber daya manusianya, sebuah negara akan mempunyai martabat yang dihormati oleh bangsa-bangsa lain adalah kemandirian bangsa dan tingginya akhlak suatu bangsa tersebut. Akhlak atau sebagian orang menyamakan dengan moral merupakan hal yang sangat penting dimiliki oleh setiap warga negara kalau kita ingin bangsa ini dapat dikatakann bermartabat yang oleh Nurcholis Majid disebut dengan masyarakat madani atau civil society.

B. Perilaku Siswa Melanggar Norma/Tata Aturan atau Moral
Siapapun dia apapun profesi dan jabatannya sudah pasti orangtua menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang baik, yang dikatakan bermoral, berbakti kepada orang tua, dan berguna bagi bangsa dan negara, kenyataannya banyak sekali anak yang kelihatannya baik-baik pada awalnya, tetapi lambat laun ia sering sekali melanggar norma, aturan bahkan dapat dikatakan tidak bemoral.
Kenyataan tersebut seperti yang sering dijumpai di sekolah-sekolah, seperti; adanya siswa suka membolos, tidak disiplin, berbohong, berani menentang guru dan orang tua, bahkan ada yang lebih parah lagi seperti; perkelahian (tawuran), terlibat dalam pergaulan bebas, terjerumus kedalam lambah nakoba, mencuri, bejudi, dan tindakan kriminal lainnya.
Pada tahun 1990an sering terjadi perkelahihan massal (tawuran) yang terjadi di kota-kota besar, salah satu ilustrasi kenakalan remaja; pernah terjadi di salah satu Madrasah Aliyah di kota Banjarmasin, pada saat proses belajar mengajar dimana saat guru menjelaskan materi di depan kelas terhadap satu pokok bahasan sementara di barisan bangku paling belakang siswa berjudi dengan taruhan menebak isi buah manggis (berjudi). Baru-baru ini ditemukan beberapa orang siswa SMK swasta di Banjarmasin kedapatan sedang mabuk setelah memakai narkoba, Hal yang tidak dapat dipungkiri, banyak siswa SMA bahkan siswa SMP yang membawa HP yang di dalamnya berisi foto-foto atau video porno yang sering tertangkap pada saat razia di kelas.
Apakah perilaku terebut dianggap sesuatu yang biasa-biasa saja, atau sesuatu yang sudah serius yang harus dicari apa penyebabnya, dan apa yang melatar-belakanginya, Guru sebagai seorang pendidik sering memberikan sanksi atau hukuman kepada anak/siswa yang merupakan suatu laziman di sekolah, kerena itulah peraturan sekolah. Namun sebaiknnya jangan sampai di situ saja, akan tetapi harus dicari akar permasalahan yang menyebabkan siswa berperilaku demikian, kita sering mengatakan wah ini kenakalann remaja, tetapi sangat jarang mengatakan kenakalan orang tua. Karena itu, marilah kita berpikir bijak dan proporsional menghadapi problema moral siswa, mencari akar penyebabnya, sehingga dengan demikian dapat dicarikan solusinya yang jitu, tepat, dan dapat mengatasi masalah tersebut dengan tuntas. Tentu kita tidak ingin memecahkan suatu masalah yang akan menimbulkan masalah baru lagi.

C. Kontribusi yang Menyebabkan Terjadinya Kenakalan Remaja
Kita sebagai sebagai warga negara tidak bisa lepas dari warga dunia yang mengglobal yang tidak dapat kita hindari dimana arus gobalisasi dan arus informasi gobal (intenet) dengan leluasa masuk ke rumah-rumah kita tanpa dapat kita hindari bahkan dapat diakses melalui telefon selular atau HP (hand phone). Hal ini merupakan salah satu kontribusi yang menyebabkan terjadinya penyimpangan perilaku siswa (remaja). Selain itu, pengaruh dari media cetak dan elektronik yang kebanyakan lebih banyak menghibur (entertainment) daripada unsur edukatif. Program acara TV banyak menayangkan sinetron yang jauh dari realita hidup yang sebenarnya, berbau magik, kekekarasan, perselengkuhan, pergaulan bebas, dan pelecehan seksual, ingin kaya secara instant dan lain-lain, tayangan seperti ini sudah tentu akan meracuni pikiran para anak dan remaja kita, yang melahirkan perilaku penyimpang dalam kehidupannya sehari-hari. Mereka terbuai dengan sajian film atau senetron dan berusaha untuk mencobanya dalam kehidupan nyata.
Hal lain yang menyebabkan kenakalan remaja adalah sukarnya bagi anak dan remaja mencari dan menemukan tokoh yang menjadi idola atau panutan (uswatun hasanah). Kalau kita tanya kepada anak-anak usia PAUD (Taman kanak-kanak), maka kita akan memperoleh jawaban yang membuat kening kita berkerut, jawaban anak kalau sudah besar dia ingin seperti, Ultraman, atau Power Ringers/Superman dan tokoh-tokoh fiktif lainnya. Mereka tidak menyadari bahwa tokoh-tokoh tersebut tidak akan dapat mereka teladani, bahkan bisa membuat mereka prustasi.
Faktor lain yang turun andil terjadinya kenakalan remaja adalah lemahnya control social tentang pelaksanaan amar ma’ruf nahil munkar, nampaknya sekarang ini di masyarakat sudah dihinggapi rasa individualism, dimana keshalehan hanya bersifat individu, tidak peduli dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Sehingga kemungkaran dapat saja terjadi dimana-mana dan kapan saja. Kata Mohammad Natsir, memadamkan api akan mudah bila api itu masih kecil, tetapi apabila ia sudah besar tentu akan susah memadamkannya.
Kenakalan remaja dapat juga disebabkan oleh keadaan dan hubungan antar anggota keluarga yang berjalan tidak harmonis, karena hal tersebut tidak jarang anak akan terjerumus kedalam lembah maksiat seperti keluarga yang broken home atau bisa saja antara ayah, ibu dan anak tidak ada kesempatan berkomunikasi dan curhat. Sehingga ia lari mencari kesenangannya sendiri luar rumah yang sudah barang tentu tidak dapat lagi terkontrol siapa temannya dan di mana ia menghabiskan waktunya.
Sistem pendidikan di sekolah juga memberi peluang terjadinya penyimpangan perilaku, dimana pendidikan agama diberikan hanya 2 jam pelajaran setiap minggunya, apalagi 2 jam tersebut tidak mampu dimanfaatkan secara maksimal oleh guru agama, disamping itu ada anggapan bahwa pembinaan akhlak/moral siswa di sekolah sepenuhnya diserahkan tanggung jawabnya kepada guru agama, sementara guru-guru lain tidak terlibat. Bahkan kalau ada siswa yang berperilaku a moral terkadang yang disalahkan guru agama. Padahal tanggung jawab pembinaan moral siswa adalah tanggung jawab semua guru, tidak terkecuali guru matematika atau kesenian dan lain sebagainya.
Sebagian tokoh agama berpendapat anak-anak yang nakal yang perilakunya tidak bermoral adalah mereka yang boleh jadi belum ditebus dengan aqiqah (menyembelih kambing 2 ekor untuk anak laki-laki dan 1 ekor untuk anak perempuan), namun bisa jadi anak diberi makan dari rizki yang kurang atau tidak halal.
Menurut penulis itulah sebagian besar diantara penyebab terjadinya kenakalan remaja, yang menyebabkan siswa berperilaku tidak bermoral atau menyimpang dari fiterahnya semula.

D. Fungsi dan Pendekatan Pembelajaran Agama
1. Moral apa sama dengan akhlak?
Moral sama dengan etika yang merupakan nilia/norma yang bersumber dari filsafat atau produk manusia yang selalu berubah tergantung pada paradigma, gaya hidup (life style) yang bersifat nisbi dan lokal. Sementara akhlak merupakan nilai/tata aturan yang bersumber dari wahyu Allah yang bersifat universal dan berlaku sepanjang zaman.
Jadi moral siswa berarti siswa yang memiliki dan mentaati tata aturan yang dibuat oleh manusia dan bersifat local dan tata aturan tersebut selalu berubah tergantung tempat dengan zamannya. Sementara akhlak siswa adalah mereka yang selalu taat dengan nilai/aturan dan konsep ilahy yang selalu membentenginya dimanapun ia berada dan kapanpun saja.

2. Fungsi Pendidikan agama
Pendidikan agama di sekolah yang waktunya terbatas harus dimanfaatkan secara maksimal dalam mewujudkan al insan kamil dengan jalan melaksanakan fungsi-fungsi pendidikan agama, yaitu sebagai berikut:
a) Fungsi pengembangan, yaitu pendidikan agama di sekolah berfungsi meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah swt yang telah tertanam dalam lingkungan keluarga.
b) Fungsi penyaluran, yaitu pendidikan agama yang diselenggarakan di sekolah berfungsi menyalurkan bakat khusus bidang agama yang dimiliki peserta didik, agar bakat tersebut dapat tersalurkan dan berkembang secara optimal untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain.
c) Perbaikan, bahwa pendidikan agama di sekolah berfungsi memperbaiki kesalahan-kesalahan, dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki peserta didik dalam hal keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
d) Pencegahan, bahwa pendidikan agama di sekolah seyogyanya dapat menangkal hal-hal yang negative dari lingkungan sekitar atau dari budaya luar yang tidak sesuai atau bertentangan dengan ajaran Islam.
e) Penyesuaian, bahwa pendidikan agama harus mampu mengarahkan peserta didik dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun linkungan social, juga dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
f) Sumber Nilai, dimaksudkan bahwa pendidikan agama harus dapat menjadi pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
3. Pendekatan-pendekatan Pembelajaran PAI
Pendidikan agama merupakan pendidikan pokok yang harus diberikan agar dapat membentengi para siswa dalam mengharungi kehidupan sehari-sehari baik sekarang maupun yang akan datang. Agar pendidikan agama tersebut dapat mengkristal dan dapat terinternalisasi dalam dirinya, maka dengan demikian guru agama seharusnya melaksanakan beberapa pendekatan PAI, yaitu sbb:
a) Pendekatan pengalaman, yaitu memberikan pengalaman keagamaan langsung (praktek) kepada peserta didik dalam upaya menanamkan nilai-nilai keagamaan seperti mengagumi ciptaan-nya. Dalam kurikulum KBK atau KTSP dikenal dengan pendekatan Contextual Teaching Learning.
b) Pendekatan pembiasaan, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Seperti berkata jujur, hidup bersih, dan lain-lain
c) Pendekatan emosional, yaitu usaha untuk menggugah perasaan peserta didik dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran Islam. (tentang indah sorga, ngerinya neraka, dan lain-lain.
d) Pendekatan Rasional, yaitu usaha untuk memberikan kesemapatan berfikir secara rasio/akal dalam memahami, meyakini kebenaran Islam. Sebagian besar ajaran Islam dapat dipahami secara rasio atau akal manusia.
e) Pendekatan fungsional, yaitu dengan menamkan pemahaman kepada peserta didik bahwa ajaran agama Islam selalu berfungsi sepanjang zaman dan setiap tempat tidak ada satu nilai atau ajaran Islam yang dapat dikatakan out of date. Ajaran Islam merupakan ajaran yang sangat komplet dan sempurna, tidak ada satu ajaran yang mengatur manusia dari bangun tidur sampai tidur kembali, dari aspek yang paling kecil (masuk WC) sampai kepada mengelola sebuah negara kecuali ada dalam Islam
f) Pendekatan keteladanan, yaitu upaya para pendidik memberikan keteladanan kepada peserta didik dalam rangka melahirkan siswa yang berakhlakul karimah. Sangat dituntut bagi guru untuk memberikan keteladanan kea rah akhlakul karimah, apalagi kalau guru agama dapat dijadikan sebagai yang diidolakan oleh siswa.
Pendekatan-pendekatan tersebut seyogyanya sudah diperaktekkan oleh guru-guru di sekolah dalam rangka menyiapkan generasi yang bermoral, berakhlakul karimah dan menjadi generasi yang tangguh dalam menghadapi perubahan zaman dan kemorosotan moral.

E. Solusi Terhadap Problematika Moral Siswa
Memperbaiki moral siswa tentu tidak semudah membalik telepak tangan, apalagi kalau api (kerusakan moral) sudah terlampau besar, nabi Muhammad saw diutus ke dunia adalah untuk memperbaiki budi pekerti (akhlak) beliau berjuang dalam mencipkan masyarakat yang dulunya jahiliyah menjadi masyarakat yang madani bermandikan Iman, Islam dan Ihsan serta bermartabat berlangsung kurang lebih selama 23 tahun lamanya. Bagaimana dengan kita? Namun yakinlah bila ada kemauan pasti ada jalan.
Dalam tulisan ini, penulis memberikan beberapa alternative pemecahan masalah (solusi) untuk menghadapi keadaan moral siswa. Paling tidak ada tiga elemen yang berperan memperbaiki keadaan tersebut, yaitu; (1) sekolah (guru-guru), (2) masyarakat (tokoh masyarakat dan para ulama, dan (3) Keluarga (ayah, ibu dan anggota keluarga). Ketiga unsure tersebut harus berjalan secara konsisten dan sinergis (kompak) dalam memperbaiki akhlak peserta didik.
a. Bagi sekolah, termasuk di dalamnya guru, tata usaha, laboran dan tenaga kepedidikan lainnya, harus kompak dalam melaksanakan tata tertib sekolah, dan menyadari bahwa semua orang mempunyai tanggung jawab yang sama dalam membina moral siswa.
Hal-hal yang bisa dilakukan oleh sekolah adalah:
1) Memberikan kegiatan keagamaan dalam ektra kurikuler.
2) Buat jadwal shalat berjemaah secara bergilirian dan budayakan kultum.
3) Kegiatan PHBI, Pesantren Kilat, dan lain-lain.
4) Memfungsikan peranan BP dalam penanganan masalah siswa secara komprehensif.
5) Menyalurkan dan membina bakat-bakat siswa ke arah yang positif.
6) Menjalin kerja sama dengan pihak-pihak terkait (orang tua, kepolisian, dinas kesehatan dan lain-lain.
7) Memberikan sanksi kepada siswa yang melanggar adalah penting, namun yang paling penting adalah menyadarkan siswa yang melanggar agar tidak terulang lagi.
8) Wali kelas mempunyai peranan strategis dalam mengasuh siswa yang ada di kelasnya.

b. Bagi keluarga, (Ayah, ibu dan anggota keluarga dewasa), yaitu:
1) Mulailah mengganggap anak remaja sebagai teman dan akuilah ia sebagai orang yang akan berangkat dewasa.
2) Hargai perbedaan pendapat dan ajaklah berdiskusi secara terbuka.
3) Tetaplah tegas pada nilai yang dianut dengan alasan yang rasional, walaupun anak mungkin memiliki pendapat dan nilai yang berbeda.
4) Jangan malu atau takut berbagi masa remaja anda sendiri.
5) Mengertilah bahwa masa remaja adalah masa yang rumit, sulit, karena perubahan dari masa anak-anak akan menjadi dewasa, tentu remaja sangat labil.
6) Jangan kagit dan memarahi bila anak anda berekspremen dengan banyak hal, seperti; cara berpakaian, berdandan, dan berperilaku agak aneh.
7) Usahakan setiap hari ada shalat berjemaah di rumah.
8) Usahakan makan bersama dengan suasana nyaman, jangan memberi nasehat/memarahi pada saat makan.
9) Orangtua, harus memberi kesempatan kepada anak untuk memperbaiki kesalahannya.
10) Kontrol tayangan TV yang sering ditonton anak kalau perlu damping dan ajak berdiskusi. Bila anak keluar rumah di luar jam sekolah orangtua harus tahu ke mana anak pergi.
11) Orang tua mampu memberikan keteladanan bisa menjadi penutan remaja, biasakan orangtua/anggota keluarga membaca al Qur’an setiap ada kesempatan.
c. Di Lingkungan Masyarakat (tokoh masyarakat, ustaz dan ulama)
1) Harus ada kepekaan social dalam melaksanakan amar ma’ruf nahil munkar.
2) Mengaktifkan kegiatan remaja mesjid, PHBI, dan lain-lain
3) Menggalakan kerja bakti dan gotong royong yang melibatkan remaja.
4) Menggalakan kegiatan karang taruna/kelompok remaja dengan kegiatan yang positif.
5) Sebagai anggota masyarakat kita berkewajiban melaksanakan dakwah kapan dan dimana saja.
Dengan kerjasama yang kompak dari ketiga elemen di atas, dengan niat yang tulus (ikhlas) dan selalu berharapa kepada Allah, maka yakinlah bahwa generasi kita di masa yang akan datang tentu lebih berkualitas dan bermartabat yang pada gilirannya dapat tercipta masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang saling menghargai, saling mengasihi, saling menyayangi dan tolenransi yang tinggi serta demokrastis, sehingga akan terbentuk baldatun tayyibatun warabbun ghafuur.


F. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan sarana yang strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional atau lebih jauh melahirkan masyarakat madani, Namun kenyataan sekarang banyak sekali problema siswa tentang pelanggaran nilai-nilai/norma yang diyakini, seperti; terjadinya perkelahian antar pelajar, pergaulan bebas, perjudian, narkoba, dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh berbagai factor, antara lain; arus globalisasi (internet), tayangan TV, tokoh idola fiktif, lingkungan individualis (hilangnya amar ma’ruf nahil mungkar), ketidak-harmonisan hubungan anggota keluarga, system pendidikan yang tidak konsisten, dan anak yang diduga belum diaqiqahi.
Fungsi pendidikan agama dan pendekatan pembelajaran agama menjadi modal bagi guru dalam memaksimalkan pendidikan agama kepada peserta didik dalam membina moral siswa. Ada tiga elemen yang dapat memperbaiki moral siswa atau anak remaja, yaitu, pihak sekolah, keluarga dan masyarakat. Ketiga unsur ini harus kompok dan sinergis.

G. Saran-saran
Bertolak dari kesimpulan di atas, maka hendakanya semua unsure yang terkait dapat bekerjasama dalam memperbaiki moral remaja, dengan memberi keteladanan kepada mereka sehingga generasi tua tetap dikenang sebagai orang yang berjasa dalam menghantarkan mereka menjadi ummat yang terbaik di muka bumi ini, Amien.

Daftar Pustaka
1. As’ad Karim al Faqi, 2005. Agar Anak Tidak Durhaka, Gena Insani, Jakarta.
2. Catatan Seminar, 2008. Seminar Hasil Penelitian Kompetitif Individual, Banjarmasin
3. Depag RI, 2005. Pedoman Penyelenggaran PAI Sekolah Tingkat Menengah (SMA dan SMK), Jakarta.
4. Depag Ri, 2003. Pedoman Umum Pendidikan Agama Islam Sekolah Umum dan sekolah Luar Biasa, Jakarta.
5. Team e-psikologi, 2002 Beberapa permasalahan Remaja, Google.co.id/permasalahan remaja. Jakarta
6. Modul: Perencanaan Pendidikan Agama Islam, Proyek Penyetaran D.2 GPAI Depag RI, 1994.



0 komentar:

 
©  free template by Blogspot tutorial